Bahasa Inggris Jadi Bahasa Utama Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

Indonesia harus menerapkan konsep hambatan non tarif berupa kewajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam era ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015.

Demikian disampaikan Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) yang juga Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan Komunikasi Universitas Atmajaya Prasetyantoko dalam acara ” Seminar ASEAN Beyond Boundaries” di Gedung Yustinus, Universitas Atmajaya, Jakarta, Kamis (9/1).

Dia mengatakan yang dimaksud konsep hambatan non tarif dalam bentuk bahasa (non tarif barriers language) adalah pemerintah tidak akan memungut biaya apapun bagi warga negara asing yang ingin mempelajari bahasa Indonesia tetapi penggunaan bahasa Indonesia diwajibkan jika warga negara asing tersebut ingin bekerja dan berkarir di Indonesia baik itu sebagai pegawai bank maupun dokter.

Menurut dia jika pemerintah sudah menerapkan konsep ini mau tidak mau warga negara asing wajib mempelajari bahasa Indonesia apabila ingin mendapatkan pekerjaan. Hambatan ini juga bertujuan untuk mempertahankan bahasa Indonesia dalam pasar MEA 2015 agar tidak punah.

” Sudah pasti dalam MEA penggunaan bahasa Inggris sangat dominan, dari fakta yang ada tidak semua masyarakat Indonesia bisa berbahasa Inggris. Sekarang dibalikan giliran orang asing yang harus bisa berbahasa Indonesia,” ujar dia dalam acara ” Seminar ASEAN Beyond Boundaries” di Gedung Yustinus, Universitas Atmajaya, Jakarta, Kamis (9/1).

Dia mengatakan selain menerapkan konsep non tarif barriers language, pemerintah juga harus membereskan dua masalah klasik agar Indonesia bisa bersaing dalam MEA, dua masalah itu adalah masalah infrastruktur dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dari segi infrastruktur, Indonesia masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya khususnya jumlah jalan tol sedangkan dari kualitas SDM, tenaga kerja Indonesia masih didominasi lulusan SD hingga SMA.

Prasetyantoko mengatakan resiko yang akan dihadapi Indonesia jika kualitas infrastruktur tidak dibenahi adalah berkurangnya minat investor asing dalam berinvestasi di Indonesia padahal saat ini Indonesia masih menjadi magnet investasi. Dia menambahkan bisa saja investor mulai meninggalkan Indonesia karena kualitas infrastrukturnya masih tetap sama dan tidak ada perubahan, lain halnya jika kualitas SDM tidak ditingkatkan. Resikonya bagi Indonesia adalah Indonesia hanya akan dijadikan sebagai market base bukan sebagai basis produksi.

Dia mengatakan dua permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan dalam jangka pendek, namun yang paling penting adalah komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki kualitas infrastruktur dan kualitas SDM, kualitas infrastruktur dapat diperbaiki dengan memperkuat kerjasama dengan swasta sedangkan kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan memperbanyaktraining center.

” Semua hal itu bisa diatasi apabila pemerintah mempunyai komitmen kuat, dan mengajak semuastakeholder untuk memperbaikinya termasuk akademisi dan pengusaha,” ujar dia

Dia mengatakan potensi Indonesia untuk menguasai MEA cukup besar karena Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN, 60% penduduk ASEAN ada di Indonesia, konsumsi domestik merupakan fundamental perekonomian terkuat maka tidak heran, sektor sektor yang berkembang di Indonesia adalah sektor sektor yang sangat erat kaitannya dengan konsumsi domestik seperti komunikasi, retail dan perdagangan. Menurut dia semua keunggulan sudah dimiliki Indonesia tinggal membereskan pekerjaan rumah klasik yang harus dilakukan yaitu meningkatkan infrastruktur dan kualitas SDM serta menerapkan non tarif barriers language.

Dia mengatakan defisit perdagangan Indonesia dengan ASEAN memang cukup besar namun ia memperkirakan pada tahun 2014 ini kemungkinan besar surplus karena pengaruh Pemilu namun yang menjadi tantangan Indonesia adalah masalah defisit neraca transaksi berjalan. Ia berharap ketika MEA 2015, defisit neraca transaksi berjalan sudah mengecil.

Dalam Kesempatan yang sama,Vice Dean Faculty of Entrepreneurhsip and Business, UMK- Malaysia Rafi Bin Yaacob mengatakan setiap negara ASEAN mempunyai kelebihan dan kekurangan masing masing. Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN dengan jumlah kelas menengah paling banyak, konsumsi kuat serta kaya Sumber Daya Alam (SDA) tapi lemah dari segi infrastruktur dan SDM. Sebaliknya, Malaysia kuat dengan infrastruktur namun kelemahan Malaysia adalah SDA sangat terbatas bahkan tidak ada sama sekali.

Menurut dia kelemahan lain yang dimiliki Malaysia adalah anak mudanya belum mandiri, mereka cenderung masih bermalas-malasan dan hidup dengan orang tua meskipun sudah sarjana sedangkan Indonesia, anak mudanya sudah mandiri dan bisa mencari pendapatan sendiri, hal inilah yang menjadi keunggulan Indonesia.

“ Ready or Not, Malaysia juga harus menghadapi MEA,” ujar dia

Rafi mengatakan saat ini pemerintah Malaysia sudah siap dengan kebijakan dalam menghadapi MEA tinggal menungu implementasinya saja. Dia menilai Indonesia dan Malaysia bagaikanbrother and sister saling melengkapi kekurangan masing masing khususnya dalam menghadapi MEA 2015.

sumber: beritasatu.com